Assalamualaikum teman-teman, gimana kabarnya?? semoga senantiasa dilimpahkan kesehatan yaaaa, naaah kali ini aku bakalan publish tentang asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia niiihhh, semoga bermanfaat buat teman-teman semuaaaaaa😚😚😚
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3%
(3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini
kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57%
meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1
neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat
bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi
lain, dan kealainan congenital. Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk
mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi
pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan
pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka
kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh
tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia
pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap
kali menolong persalinan. Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan
penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga
professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.
B.
Tujuan
1.
Tujuan
Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk memberitahu pada pembaca tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan
asfiksia pada bayi baru lahir.
2.
Tujuan
Khusus
a.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang defenisi asfiksia neonatrum.
b.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang klasifikasi asfiksia neonatrum.
c.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang etiologi asfiksia neonatrum.
d.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang patofisiologi asfiksia neonatrum.
e.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang manifestasi klinis asfiksia neonatrum.
f.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang diagnosis asfiksia neonatrum.
g.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang kompikasi asfiksia neonatrum.
h.
Agar mahasiswa mengtahui
tentang penatalaksanaan
medis asfiksia neonatrum.
i.
Agar mahasiswa mengetahui
tentang asuhan keperawatan asfiksia neonatrum.
C.
Manfaat
1.
Bagi
Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah
ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa serta dapat memandirikan mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan kegawatdaruratan asfiksia pada bayi baru lahir.
2.
Bagi
Pendidikan
Dengan adanya makalah ini, institusi
pendidikan berhasil menjadikan mahasiswa yang lebih mandiri dalam membuat suatu
karya tulis dan menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa.
3.
Bagi
Pembaca
Dengan
adanya makalah ini dapat menambah ilmu pembaca dan pembaca dapat mmahami
tentang asuhan keperawatan gawat darurat asfiksia pada bayi baru lahir.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah kegagalan nafas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut AAP, asfiksia adalah suatu keadaan
yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai oleh :
1.
Asidosis (Ph kurang 7,0)
pada darah arteri umbilikalis
2.
Manifestasi neurologis yaitu
kejang, hipotoni, atau hipoksik iskemia ensefalopati
3.
Gangguan multi organ
sistem
(Prambudi,
2013).
Asfiksia
adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI,
2009).
Asfiksia
neonatrum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal
nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak
dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari
tubuhnya.
B. Klasifikasi
Klasifikasi
asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
1.
Asfiksia berat
dengan nilai APGAR 0-3, Pada pemeriksaan fisik
ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis
berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia
dengan henti jantung yaitu bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari
10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum
pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
2.
Asfiksia ringan
sedang dengan niali APGAR 4-6, Pada pemeriksaan fisik
akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang
baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia ringan skor
APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a.
Menghitung frekuensi
jantung.
b.
Melihat usaha bernafas.
c.
Menilai tonus otot.
d.
Menilai reflek rangsangan.
e.
Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
C.
Etiologi
Menurut Depkes RI, 2009 faktor-faktor yang
menyebabkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1.
Faktor
Ibu
a. Preeklamsia
dan eklampsia
b. Perdarahan
abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c. Partus
lama atau partus macet
d. Demam
selama persalinan karena infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e. Kehamilan
lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.
Faktor
Tali Pusat
a. Lilitan
tali pusat
b. Tali
pusat pendek
c. Simpul
tali pusat
d. Prolapsus
tali pusat
3.
Faktor
Bayi
a. Bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b. Persalinan
dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacum,
ekstraksi forsep)
c. Kelainan
bawaan (kongenital)
d. Air
ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)
D.
Patofisiologi
Pernapasan
spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan
persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang
bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini sangat perlu untuk
merangsang kemoreseptor pusat agar menjadi primary gasping yang kemudian akan
berlanjut menjadi napas teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh
buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Asfiksia
ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan
frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian
diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak
tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula
bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Pada
tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi
metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen
tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada
kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian
udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah
paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan
kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan dan gangguan
ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya
asfiksia (Hassan, 2007).
E.
Manifestasi Klinis
Menurut Depkes RI tahun 2009,
asfiksia merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis
pada janin atau bayi berikut ini:
1.
DJJ lebih dari 100
x/menit atau kurang dari 100 x/menit dan tidak teratur.
2.
Meconium dalam air
ketuban pada janin letak kepala
3.
Bradikardi
(penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung
atau sel-sel otak
4.
Tekanan darah rendah
karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan
aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
5.
Takipneu
(pernapasan cepat) karena kegagalan oksigen di dalam darah
6.
Penurunan terhadap
spinkters
7. Pucat
F.
Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
1. Denyut
Jantung Janin
Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120-160 kali/menit selama
his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan
semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan
tetapi apabila frekuensi turun sampai
dibawah 100 per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu
merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektokardiograf janin digunakan
untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.
2. Meconium di dalam
Air Ketuban
Meconium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada
presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan
kewaspadaan. Adanya meconium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan
dengan mudah.
3. Pemeriksaan
pH Darah Janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat servik dibuat sayatan
kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa
pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai
dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk
menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas
perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat
darurat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatrum, sehingga perlu
diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002).
G. Komplikasi
1. Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi
jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran
darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan
iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat
menimbulkan perdarahan otak.
2. Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat
pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi
miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada
keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti
mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada
pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3. Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia
akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita
kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat
menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4. Koma
Apabila pada pasien
asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal
diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.
H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi baru
lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut :
1. Tindakan umum
a. Pengawasan Suhu
Bayi baru lahir secara
relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat
mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat,
perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
1)
Mengeringkan bayi dari
cairan ketuban dan lemak.
2)
Menggunakan sinar lampu
untuk pemanasan luar.
3)
Bungkus bayi dengan kain
kering.
b. Pembersihan Jalan Nafas
Saluran nafas bagian atas
segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi
lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lender
c. Rangsangan untuk Menimbulkan
Pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi
dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon
achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.
2. Tindakan khusus
a. Asfiksia Berat (Nilai Apgar
0-3)
Resusitasi aktif dalam hal
ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
1)
Memperbaiki ventilasi
paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau
dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan
tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru
berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan
dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi
kantong ke pipa.
2)
Memberikan natrikus
bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
3)
Masase jantung dikerjakan
dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt.
Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti
1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya
komplikasi pneumotoracks jika tindakan ini dilakukan bersamaan.
4)
Memberikan obat-obatan
1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5- 1 cc secara intravena (sebegai
obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk
meningkatkan frekuensi jantung.
b. Asfiksia Sedang (Nilai
Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk
menimbulkan reflek pernafasan dengan :
1)
Melakukan rangsangan 30-60
detik setelah penilaian APGAR 1 menit.
2)
Melakukan nafas buatan
dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan
kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi,
dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan
menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit.
3)
Melakukan pernafasan mulut ke
mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang
berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2
sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30
x/menit.
Menurut Hidayat (2005),
Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain :
1. Asfiksi Ringan
(Apgar score 7-10)
a.
Bayi dibungkus dengan kain
hangat
b.
Bersihkan jalan napas
dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c.
Bersihkan badan dan tali
pusat.
d.
Lakukan observasi tanda
vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
2.
Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
a.
Bersihkan jalan napas.
b.
Berikan oksigen 2 liter per
menit.
c.
Rangsang pernapasan dengan
menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui
masker (ambubag).
d.
Bila bayi sudah mulai
bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak
6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara
perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
3.
Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
a.
Bersihkan jalan napas
sambil pompa melalui lambubag.
b.
Berikan oksigen 4-5 liter
per menit.
c.
Bila tidak berhasil lakukan
ETT (Endotracheal Tube).
d.
Bersihkan jalan napas
melalui ETT (Endotracheal Tube).
e.
Apabila bayi sudah mulai
benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc.
Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
4.
Tindakan Lain Dalam Resusitasi
a.
Pengisapan cairan lambung
dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi
mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.
b.
Penggunaan obat Nalorphin
diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin
atau petidin yang diberikan selama proses persalinan.
BAB III
ASUHAN
KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1.
Airway : Bayi tidak menangis atau tidak ada usaha
untuk bernafas pada asfiksia berat (Boxwell 2000), kadang-kadang terasa
hembusan nafas pada asfiksia ringan
2.
Breathing : Apnea pada asfiksia berat (Saifudin 2001)
3.
Circulation : HR <100x/menit (Boxwell 2000),
HR>100x/menit pada asfiksia ringan
4.
Disability :
Tonus otot lemah (Saifudin 2001)
5.
Exposure : Seluruh tubuh berwarna biru, pucat, sianosis
(Boxwell, 2000), cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium pada
tubuh bayi (Ghai et al 2010), BBLR (berat badan lahir rendah)
6.
APGAR : Asfiksia berat bernilai 0-3, asfiksia sedang
4-6, asfiksia ringan 7-9, bayi normal bernilai 10 (Ghai et al 2010)
B. Pemeriksaan
Diagnostik
1.
Peningkatan metabolisme
atau mixed acidemia (pH <7) yang dinilai dari sampel plasenta jika
didapatkan, hasil asidosis pada darah tali pusat jika PaO22O, PaCO2>55
mmH2O (ACOG dalam Cunningham et al 2005).
2.
Asfiksia pada periode
intrapartum (dan pada periode antepartum) dapat dideteksi dengan monitoring
denyut jantung janin (fetal heart rate) lewat CTG dan USG serta
penilaian dari sampel darah untuk memeriksa tingkat keasaman darah (pH of scalp
blood) (Beard 1974 dalam Izati 2008).
C. Diagnosa
Keperawatan
1.
Pola nafas tidak efektif
b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat
2.
Gangguan pertukaran gas b.d
alveoli gagal berkembang
3.
Gangguan perfusi jaringan
b.d penurunan aliran darah ke paru
D. Intervensi Keperawatan
Diagnose Keperawatan
|
NOC
|
NIC
|
Pola nafas tidak efektif
b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat
|
Tujuan : pola nafas menunjukkan frekwensi
nafas yang efektif
Kriteria hasil: setelah dilakukan
intervensi 1×24 jam
|
1.
Pertahankan kepatenab
jalan nafas dengan melakukan penghisapan lender.
2.
Pantau status pernapasan
dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
3.
Auskultasi jalan nafas
untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
4.
Kolaborasi dengan dokter
untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5.
Siapkan pasien untuk
ventilasi mekanik bila perlu
6.
Berikan terapi oksigen
sesuai kebutuhan
|
Gangguan pertukaran gas b.d alveoli gagal
berkembang
|
Tujuan: pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil: setelah dilakukan
intervensi dalam 1×24 jam
|
1.
Kaji bunyi paru,
frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum
2.
Pantau saturasi oksigen
3.
Pantau Analisa gas darah
|
Gangguan perfusi jaringan
b.d penurunan aliran darah ke paru
|
Tujuan: setelah dilakukan tindakan
keperawatan
Kriteria hasil: setelah dilakukan
intervensi 1x 24 jam
|
1.
Monitor pernapasan
2.
Monitor adanya sianosis
3.
Beri penyuluhan pada
orang tua untuk menghindari suhu ekstrem pada ekstremitas, menkaji kulit bayi
dan gejala lainnya
4.
Manajemen cairan atau
elektrolit
5.
Kolaborasi pemberian O2
6.
Kolaborasi pemberian obat
anti koagulan
|
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Asfiksia
adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah
lahir. Sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami
asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu,
tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI,
2009).
Menurut
Depkes RI, 2009 faktor-faktor yang menyebabkan gawat janin (asfiksia) antara
lain :
1. Faktor
Ibu
2. Faktor
Tali Pusat
3. Faktor
Bayi
Menurut Depkes RI tahun 2009,
asfiksia merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis
pada janin atau bayi berikut ini:
1.
DJJ lebih dari 100
x/menit atau kurang dari 100 x/menit dan tidak teratur.
2.
Meconium dalam air
ketuban pada janin letak kepala
3.
Bradikardi
(penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung
atau sel-sel otak
4.
Tekanan darah
rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau
kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses
persalinan
5.
Takipneu
(pernapasan cepat) karena kegagalan oksigen di dalam darah
6.
Penurunan terhadap
spinkters
7.
Pucat
B. Saran
Dengan
disusunnya makalah ini, kami berharap, kritik dan saran yang membangun untuk
perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatal Bayi da Anak Balita.
Jakarta: Salemba Medika
Saifudin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sari, Septia. 2010. Asuhan Keperawatan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Palembang.
Poltekes Depkes RI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar