Senin, 14 Mei 2018

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

Assalamualaikum teman-teman, gimana kabarnya?? semoga senantiasa dilimpahkan kesehatan yaaaa, naaah kali ini aku bakalan publish tentang asuhan keperawatan pada bayi baru lahir dengan asfiksia niiihhh, semoga bermanfaat buat teman-teman semuaaaaaa😚😚😚


BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Menurut WHO, setiap tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia, hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa neonatal (usia di bawah 1 bulan). Setiap 6 menit terdapat 1 neonatus yang meninggal. Penyebab kematian neonatal di Indonesia adalah berat bayi lahir rendah 29%, asfiksia 27%, trauma lahir, tetanus neonatorum, infeksi lain, dan kealainan congenital. Berbagai upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama kematian bayi baru lahir, meliputi pelayanan antenatal yang berkualitas, asuhan persalinan normal atau dasar, dan pelayanan asuhan neonatal oleh tenaga professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir karena asfiksia, persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan keterampilan manajemen asfiksia pada bayi baru lahir, kemampuan dan keterampilan ini harus digunakan setiap kali menolong persalinan. Oleh karena itu, keterampilan dan kemampuan penanganan resusitasi pada neonatal sangat penting dimiliki oleh setiap tenaga professional yang terlibat dalam penanganan bayi baru lahir.

B.  Tujuan
1.    Tujuan Umum
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memberitahu pada pembaca tentang asuhan keperawatan kegawatdaruratan asfiksia pada bayi baru lahir.
2.    Tujuan Khusus
a.         Agar mahasiswa mengetahui tentang defenisi asfiksia neonatrum.
b.        Agar mahasiswa mengetahui tentang klasifikasi asfiksia neonatrum.
c.         Agar mahasiswa mengetahui tentang etiologi asfiksia neonatrum.
d.        Agar mahasiswa mengetahui tentang patofisiologi asfiksia neonatrum.
e.         Agar mahasiswa mengetahui tentang manifestasi klinis asfiksia neonatrum.
f.          Agar mahasiswa mengetahui tentang diagnosis asfiksia neonatrum.
g.        Agar mahasiswa mengetahui tentang kompikasi asfiksia neonatrum.
h.        Agar mahasiswa mengtahui tentang penatalaksanaan medis asfiksia neonatrum.
i.          Agar mahasiswa mengetahui tentang asuhan keperawatan asfiksia neonatrum.

C.  Manfaat
1.    Bagi Mahasiswa
Dengan adanya makalah ini, dapat menambah ilmu pengetahuan dan wawasan mahasiswa serta dapat memandirikan mahasiswa dalam mempelajari asuhan keperawatan kegawatdaruratan asfiksia pada bayi baru lahir.
2.    Bagi Pendidikan
Dengan adanya makalah ini, institusi pendidikan berhasil menjadikan mahasiswa yang lebih mandiri dalam membuat suatu karya tulis dan menambah wawasan pengetahuan bagi mahasiswa.
3.    Bagi Pembaca
Dengan adanya makalah ini dapat menambah ilmu pembaca dan pembaca dapat mmahami tentang asuhan keperawatan gawat darurat asfiksia pada bayi baru lahir.


BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.  Definisi
Asfiksia pada bayi baru lahir menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) adalah kegagalan nafas secara spontan dan teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir (Prambudi, 2013).
Menurut AAP, asfiksia adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh kurangnya O2 pada udara respirasi, yang ditandai oleh :
1.         Asidosis (Ph kurang 7,0) pada darah arteri umbilikalis
2.         Manifestasi neurologis yaitu kejang, hipotoni, atau hipoksik iskemia ensefalopati
3.         Gangguan multi organ sistem
(Prambudi, 2013).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Asfiksia neonatrum merupakan suatu keadaan pada bayi baru lahir yang mengalami gagal nafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir, sehingga bayi tidak dapat memasukkan oksigen dan tidak dapat mengeluarkan zat asam arang dari tubuhnya.
     
B.  Klasifikasi
Klasifikasi asfiksia berdasarkan nilai APGAR:
1.      Asfiksia berat dengan nilai APGAR 0-3, Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu bunyi jantung  fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum  pemeriksaan fisik sama asfiksia berat (Kamarullah,2005).
2.      Asfiksia ringan sedang dengan niali APGAR 4-6, Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis, reflek iritabilitas tidak ada.
3.      Asfiksia ringan skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan istimewa.
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah dengan :
a.         Menghitung frekuensi jantung.
b.         Melihat usaha bernafas.
c.         Menilai tonus otot.
d.         Menilai reflek rangsangan.
e.         Memperlihatkan warna kulit.

Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang dialami bayi:

C.  Etiologi
Menurut Depkes RI, 2009 faktor-faktor yang menyebabkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1.      Faktor Ibu
a.       Preeklamsia dan eklampsia
b.      Perdarahan abnormal (plasenta previa atau solusio plasenta)
c.       Partus lama atau partus macet
d.      Demam selama persalinan karena infeksi berat (malaria, sifilis, TBC, HIV)
e.       Kehamilan lewat waktu (sesudah 42 minggu kehamilan)
2.      Faktor Tali Pusat
a.       Lilitan tali pusat
b.      Tali pusat pendek
c.       Simpul tali pusat
d.      Prolapsus tali pusat


3.      Faktor Bayi
a.       Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamilan)
b.      Persalinan dengan tindakan (sungsang, bayi kembar, distosia bahu, ekstraksi vacum, ekstraksi forsep)
c.       Kelainan bawaan (kongenital)
d.      Air ketuban bercampur mekonium (warna kehijauan)

D.    Patofisiologi
Pernapasan spontan bayi baru lahir bergantung kepada kondisi janin pada masa kehamilan dan persalinan. Proses kelahiran sendiri selalu menimbulkan asfiksia ringan yang bersifat sementara pada bayi (asfiksia transien). Proses ini sangat perlu untuk merangsang kemoreseptor pusat agar menjadi primary gasping yang kemudian akan berlanjut menjadi napas teratur. Sifat asfiksia ini tidak mempunyai pengaruh buruk karena reaksi adaptasi bayi dapat mengatasinya.
Asfiksia ringan yang terjadi dimulai dengan suatu periode appnoe, disertai penurunan frekuensi jantung. Selanjutnya bayi akan menunjukan usaha nafas, yang kemudian diikuti pernafasan teratur. Pada asfiksia sedang dan berat usaha nafas tidak tampak sehingga bayi berada dalam periode appnoe yang kedua, dan ditemukan pula bradikardi dan penurunan tekanan darah.
Pada tingkat awal menimbulkan asidosis respiratorik, bila gangguan berlanjut terjadi metabolisme anaerob yang berupa glikolisis glikogen tubuh, sehingga glikogen tubuh pada hati dan jantung berkurang. Hilangnya glikogen yang terjadi pada kardiovaskuler menyebabkan gangguan fungsi jantung. Pada paru terjadi pengisian udara alveoli yang tidak adekuat sehingga menyebabkan resistensi pembuluh darah paru. Sedangkan di otak terjadi kerusakan sel otak yang dapat menimbulkan kematian atau gejala sisa pada kehidupan bayi selanjutnya. Kerusakan dan gangguan ini dapat reversible atau tidak tergantung dari berat badan dan lamanya asfiksia (Hassan, 2007).

E.     Manifestasi Klinis
    Menurut Depkes RI tahun 2009, asfiksia merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini:
1.      DJJ lebih dari 100 x/menit atau kurang dari 100 x/menit dan tidak teratur.
2.      Meconium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3.      Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
4.      Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
5.      Takipneu (pernapasan cepat) karena kegagalan oksigen di dalam darah
6.      Penurunan terhadap spinkters
7.      Pucat

F.   Diagnosis
Untuk dapat menegakkan gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan pemeriksaan sebagai berikut:
1.      Denyut Jantung Janin
Frekuensi denyut jantung janin normal antara 120-160 kali/menit selama his frekuensi ini bisa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung umumnya tidak banyak artinya, akan tetapi apabila frekuensi turun  sampai dibawah 100 per menit di luar his, dan lebih-lebih jika tidak teratur, hal itu merupakan tanda bahaya. Di beberapa klinik elektokardiograf janin digunakan untuk terus-menerus mengawasi keadaan denyut jantung dalam persalinan.    
2.      Meconium di dalam Air Ketuban
Meconium pada presentasi sungsang tidak ada artinya, akan tetapi pada presentasi kepala mungkin menunjukkan gangguan oksigenasi dan harus menimbulkan kewaspadaan. Adanya meconium dalam air ketuban pada presentasi kepala dapat merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan bila hal itu dapat dilakukan dengan mudah.
3.      Pemeriksaan pH Darah Janin
Dengan menggunakan amnioskop yang dimasukkan lewat servik dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin, dan diambil contoh darah janin. Darah ini diperiksa pH-nya. Adanya asidosis menyebabkan turunnya pH. Apabila pH itu turun sampai dibawah 7,2 hal itu dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis.
Diagnosis gawat janin sangat penting untuk menyelamatkan dan dengan demikian membatasi morbiditas dan mortalitas perinatal. Selain itu kelahiran bayi yang telah menunjukkan tanda-tanda gawat darurat janin mungkin disertai dengan asfiksia neonatrum, sehingga perlu diadakan persiapan untuk menghadapi keadaan tersebut (Aminullah, 2002).

G.  Komplikasi
1.    Edema otak dan Perdarahan otak
Pada penderita asfiksia dengan gangguan fungsi jantung yang telah berlarut sehingga terjadi renjatan neonatus, sehingga aliran darah ke otak pun akan menurun, keadaaan ini akan menyebabkan hipoksia dan iskemik otak yang berakibat terjadinya edema otak, hal ini juga dapat menimbulkan perdarahan otak.  
2.    Anuria atau oliguria
Disfungsi ventrikel jantung dapat pula terjadi pada penderita asfiksia, keadaan ini dikenal istilah disfungsi miokardium pada saat terjadinya, yang disertai dengan perubahan sirkulasi. Pada keadaan ini curah jantung akan lebih banyak mengalir ke organ seperti mesentrium dan ginjal. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya hipoksemia pada pembuluh darah mesentrium dan ginjal yang menyebabkan pengeluaran urine sedikit.
3.    Kejang
Pada bayi yang mengalami asfiksia akan mengalami gangguan pertukaran gas dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan pengeluaran CO2 hal ini dapat menyebabkan kejang pada anak tersebut karena perfusi jaringan tak efektif.
4.    Koma
Apabila pada pasien asfiksia berat segera tidak ditangani akan menyebabkan koma karena beberapa hal diantaranya hipoksemia dan perdarahan otak.

H.  Penatalaksanaan
Penatalaksanaan bayi baru lahir dengan asfiksia menurut Wiknjosastro (2005) adalah sebagai berikut :
1.    Tindakan umum
a.    Pengawasan Suhu
Bayi baru lahir secara relatif kehilangan panas yang diikuti oleh penurunan suhu tubuh, sehingga dapat mempertinggi metabolisme sel jaringan sehingga kebutuhan oksigen meningkat, perlu diperhatikan untuk menjaga kehangatan suhu BBL dengan :
1)        Mengeringkan bayi dari cairan ketuban dan lemak.
2)        Menggunakan sinar lampu untuk pemanasan luar.
3)        Bungkus bayi dengan kain kering.
b.   Pembersihan Jalan Nafas
Saluran nafas bagian atas segera dibersihkan dari lendir dan cairan amnion, kepala bayi harus posisi lebih rendah sehingga memudahkan keluarnya lender
c.    Rangsangan untuk Menimbulkan Pernafasan
Rangsangan nyeri pada bayi dapat ditimbulkan dengan memukul kedua telapak kaki bayi, menekan tendon achilles atau memberikan suntikan vitamin K. Hal ini berfungsi memperbaiki ventilasi.     
2.    Tindakan khusus
a.    Asfiksia Berat (Nilai Apgar 0-3)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dilakukan yaitu dengan :
1)        Memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara langsung dan berulang atau dengan melakukan intubasi endotracheal dan O2 dimasukkan dengan tekanan tidak lebih dari 30 ml. Hal ini mencegah terjadinya iritasi paru berlebihan sehingga dapat terjadi ruptur aveoli. Tekanan positif ini dilakukan dengan meniupkan udara ke dalam kateter dari mulut ke pipa atau ventilasi kantong ke pipa.
2)        Memberikan natrikus bikarbonat dengan dosis 2-4 mEQ/kg BB
3)        Masase jantung dikerjakan dengan melakukan penekanan diatas tulang dada secara teratur 80-100 x/mnt. Tindakan ini berselingan dengan nafas buatan, yaitu setiap 5 x masase diikuti 1x pemberian nafas. Hal ini bertujuan untuk menghindarkan kemungkinan timbulnya komplikasi pneumotoracks jika  tindakan ini dilakukan bersamaan.
4)        Memberikan obat-obatan 1/10.000 andrelin dengan dosis 0,5-   1 cc secara intravena (sebegai obat inotropik) dan kalsium glukonat 50-100 mm/kg BB secara intravena, untuk meningkatkan frekuensi jantung.
b.   Asfiksia Sedang (Nilai Apgar 4-6)
Dilakukan rangsangan untuk menimbulkan reflek pernafasan dengan :
1)        Melakukan rangsangan 30-60 detik setelah penilaian APGAR   1 menit.
2)        Melakukan nafas buatan dengan memasukkan pipa ke dalam hidung, O2 dialirkan dengan kecepatan 1-2 liter/menit. Bayi diletakkan dengan kepala dalam dorsofleksi, dilakukan dengan membuka dan menutup lubang hidung dan mulut disertai dengan menggerakkan dagu ke atas dan kebawah dalam frekuensi 20 x/ menit. 
3)        Melakukan pernafasan mulut ke mulut yag seharusnya dalam mulut bayi dimasukkan pharingeal airway yang berfungsi mendorong pangkal lidah ke depan, sebelum mulut penolong diisi O2 sebelum peniupan, peniupan dilakukan secara teratur dengan frekuensi 20-30 x/menit.
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia, antara lain :
1.      Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
a.    Bayi dibungkus dengan kain hangat
b.    Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian mulut.
c.    Bersihkan badan dan tali pusat.
d.    Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam inkubator.
2.        Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
a.    Bersihkan jalan napas.
b.    Berikan oksigen 2 liter per menit.
c.    Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belu ada reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
d.    Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan intra kranial meningkat.
3.        Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
a.    Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
b.    Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
c.    Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
d.    Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
e.    Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
4.         Tindakan Lain Dalam Resusitasi
a.         Pengisapan cairan lambung dilakukan pada bayi-bayi tertentu yaitu pada bayi prematur, sebelumnya bayi mengalami gawat janin, pada ibu yang mendapatkan anastesia dalam persalinan.
b.         Penggunaan obat Nalorphin diberikan pada bayi yang disebabkan oleh penekanan pernafasan akibat morfin atau petidin yang diberikan selama proses persalinan.
              
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A.  Pengkajian
1.      Airway : Bayi tidak menangis atau tidak ada usaha untuk bernafas  pada asfiksia berat (Boxwell 2000), kadang-kadang terasa hembusan nafas pada asfiksia ringan
2.      Breathing : Apnea pada asfiksia berat (Saifudin 2001)
3.      Circulation : HR <100x/menit (Boxwell 2000), HR>100x/menit pada asfiksia ringan
4.      Disability  : Tonus otot lemah (Saifudin 2001)
5.      Exposure : Seluruh tubuh berwarna biru, pucat, sianosis (Boxwell, 2000), cairan ketuban ibu bercampur mekonium atau sisa mekonium pada tubuh bayi (Ghai et al 2010), BBLR (berat badan lahir rendah)
6.      APGAR : Asfiksia berat bernilai 0-3, asfiksia sedang 4-6, asfiksia ringan 7-9, bayi normal bernilai 10 (Ghai et al 2010)
B.  Pemeriksaan Diagnostik
1.    Peningkatan metabolisme atau mixed acidemia (pH <7) yang dinilai dari sampel plasenta jika didapatkan, hasil asidosis pada darah tali pusat jika PaO22O, PaCO2>55 mmH2O (ACOG dalam Cunningham et al 2005).
2.    Asfiksia pada periode intrapartum (dan pada periode antepartum) dapat dideteksi dengan monitoring denyut jantung janin (fetal heart rate) lewat CTG dan USG serta penilaian dari sampel darah untuk memeriksa tingkat keasaman darah (pH of scalp blood) (Beard 1974 dalam Izati 2008).

C.  Diagnosa Keperawatan
1.    Pola nafas tidak efektif b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat
2.    Gangguan pertukaran gas b.d alveoli gagal berkembang
3.    Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke paru


D.  Intervensi Keperawatan
Diagnose Keperawatan
NOC
NIC
Pola nafas tidak efektif b.d jumlah CO2 dalam darah meningkat
Tujuan : pola nafas menunjukkan frekwensi nafas yang efektif
Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi 1×24 jam
  • Pasien menunjukkan pola nafas yang efektif.
  • Ekspansi dada simetris.
  • Tidak ada bunyi nafas tambahan.
  • Kecepatan dan irama respirasi dalam batas normal.

1.     Pertahankan kepatenab jalan nafas dengan melakukan penghisapan lender.
2.     Pantau status pernapasan dan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
3.     Auskultasi jalan nafas untuk mengetahui adanya penurunan ventilasi
4.     Kolaborasi dengan dokter untuk pemeriksaan AGD dan pemakaian alat bantu nafas
5.     Siapkan pasien untuk ventilasi mekanik bila perlu
6.     Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
 Gangguan pertukaran gas b.d alveoli gagal berkembang
Tujuan: pertukaran gas teratasi
Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi dalam 1×24 jam
  • Tidak ada gejala sesak nafas
  • Fungsi paru dalam batas normal
  • Tidak ada sianosis

1.     Kaji bunyi paru, frekuensi nafas, kedalaman nafas dan produksi sputum
2.     Pantau saturasi oksigen
3.     Pantau Analisa gas darah
Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan aliran darah ke paru
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan
Kriteria hasil: setelah dilakukan intervensi 1x 24 jam
  • Tidak ada sianosis
  • Pengisisan ulang kapiler normal
  • Menunjukkan Status sirkulasi, ditandai dengan indicator berikut (nilai 1-5 : ekstreem, berat, sedang, ringan atau tidak ada gangguan)

1.     Monitor pernapasan
2.     Monitor adanya sianosis
3.     Beri penyuluhan pada orang tua untuk menghindari suhu ekstrem pada ekstremitas, menkaji kulit bayi dan gejala lainnya
4.     Manajemen cairan atau elektrolit
5.     Kolaborasi pemberian O2
6.     Kolaborasi pemberian obat anti koagulan
              
BAB IV
PENUTUP
A.  Kesimpulan
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Sering kali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat, atau masalah pada bayi selama atau sesudah persalinan (Depkes RI, 2009).
Menurut Depkes RI, 2009 faktor-faktor yang menyebabkan gawat janin (asfiksia) antara lain :
1.    Faktor Ibu
2.    Faktor Tali Pusat
3.    Faktor Bayi
Menurut Depkes RI tahun 2009, asfiksia merupakan akibat hipoksia janin yang menimbulkan tanda-tanda klinis pada janin atau bayi berikut ini:
1.    DJJ lebih dari 100 x/menit atau kurang dari 100 x/menit dan tidak teratur.
2.    Meconium dalam air ketuban pada janin letak kepala
3.    Bradikardi (penurunan frekuensi jantung) karena kekurangan oksigen pada otot-otot jantung atau sel-sel otak
4.    Tekanan darah rendah karena kekurangan oksigen pada otot jantung, kehilangan darah atau kekurangan aliran darah yang kembali ke plasenta sebelum dan selama proses persalinan
5.    Takipneu (pernapasan cepat) karena kegagalan oksigen di dalam darah
6.    Penurunan terhadap spinkters
7.    Pucat

B.  Saran
Dengan disusunnya makalah ini, kami berharap, kritik dan saran yang membangun untuk perbaikan dalam pembuatan makalah selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Vivian Nanny Lia. 2010. Asuhan Neonatal Bayi da Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Saifudin, Abdul Bari. 2009. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sari, Septia. 2010. Asuhan Keperawatan Asfiksia pada Bayi Baru Lahir. Palembang. Poltekes Depkes RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ASUHAN KEPERAWATAN PADA BAYI DENGAN ASFIKSIA

Assalamualaikum teman-teman, gimana kabarnya?? semoga senantiasa dilimpahkan kesehatan yaaaa, naaah kali ini aku bakalan publish tentang as...